Sabtu, 18 Agustus 2012

LANDASAN PENDIDIKAN SD


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Pendidikan akan dapat dilaksanakan secara mantap, jelas arah tujuannya, relevan isi kurikulumnya, serta efektif dan efisien metode atau cara-cara pelaksanaannya hanya apabila dilaksanakan dengan mengacu pada suatu landasan yang kokoh. Sebab itu, sebelum melaksanakan pendidikan, para pendidik perlu terlebih dahulu memperkokoh landasan pendidikannya. Mengingat hakikat pendidikan adalah humanisasi, yaitu upaya memanusiakan manusia, maka para pendidik perlu memahami hakikat manusia sebagai salah satu landasannya. Konsep hakikat manusia yang dianut pendidik akan berimplikasi terhadap konsep dan praktek pendidikannya.

Bahan ajar mandiri ini akan membantu Anda untuk memahami konsep landasan pendidikan, hakikat manusia, dan implikasi hakikat manusia terhadap pendidikan. Dengan mempelajari bahan ajar mandiri ini pada akhirnya Anda akan dapat mengidentifikasi prinsip-prinsip antropologis sebagai asumsi mengenai keharusan pendidikan (mengapa manusia perlu dididik dan mendidik diri), prinsip-prinsip antropologis mengenai kemungkinan pendidikan (mengapa manusia dapat dididik), dan pengertian pendidikan. Demikian pula, wawasan tentang pemahaman terhadap landasan ontologis, epitemologis dan aksiologis pendidikan, akan memberi landasan yang kuat dalam memahami dan mengimplementasikan pendidikan yang seharusnya. Semua ini akan mengembangkan wawasan kependidikan Anda dan akan berfungsi sebagai titik tolak dalam rangka praktek pendidikan maupun studi pendidikan lebih lanjut.


B.     TUJUAN PENULISAN

1.         Untuk menjelaskan kepada mahasiswa tentang landasan filosofis pendidikan  SD
2.         Untuk mengajak  para pembaca supaya lebih mengetahui peranan filosofis pendidikan

BAB II
PEMBAHASAN

  1. Pengertian Landasan Filosofis Pendidikan

Ada dua istilah yang terlebih dahulu perlu kita kaji dalam  rangka memahami pengertian landasan pendidikan, yaitu istilah landasan dan istilah pendidikan.
Landasan. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:260) istilah landasan diartikan sebagai alas, dasar, atau tumpuan. Adapun istilah landasan sebagai dasar dikenal pula sebagai fundasi. Mengacu kepada pengertian tersebut, kita dapat memahami bahwa landasan adalah suatu alas atau dasar pijakan dari sesuatu hal; suatu titik tumpu atau titik tolak dari sesuatu hal; atau suatu fundasi tempat berdirinya sesuatu hal.
Berdasarkan sifat wujudnya terdapat dua jenis landasan, yaitu:
(1) landasan yang bersifat material,
 (2) landasan yang bersifat konseptual.
Contoh :
Landasan yang bersifat material antara lain berupa landasan pacu pesawat terbang dan fundasi bangunan gedung. Adapun contoh landasan yang bersifat konseptual antara lain berupa dasar Negara Indonesia yaitu Pancasila dan UUD RI Tahun 1945; landasan pendidikan, dsb.
Dari contoh di atas telah Anda ketahui bahwa landasan pendidikan tergolong ke dalam jenis landasan yang bersifat konseptual. Selanjutnya, mari kita kaji lebih lanjut pengertian landasan yang bersifat konseptual tersebut.
Landasan yang bersifat konseptual pada dasarnya identik dengan asumsi, yaitu suatu gagasan, kepercayaan, prinsip, pendapat atau pernyataan yang sudah dianggap benar, yang dijadikan titik tolak dalam rangka berpikir (melakukan suatu studi) dan/atau dalam rangka bertindak (melakukan suatu praktek).
Menurut Troy Wilson Organ, “asumsi dapat dibedakan dalam tiga macam, yaitu:
aksioma, postulat, dan premis tersembunyi” (Redja Mudyahardjo, 1995).
·           Aksioma adalah asumsi yang diterima kebenarannya tanpa perlu pembuktian,
atau suatu pernyataan yang kebenarannya diterima secara universal.
Contoh:
“dalam hidupnya manusia tumbuh dan berkembang”.

Terhadap pernyataan ini tidak akan ada orang yang menyangkal kebenarannya, sebab kebenarannya dapat diterima secara universal tanpa perlu dibuktikan lagi.

 Postulat yaitu asumsi yang diterima kelompok orang tertentu atas dasar
persetujuan.
Contoh:
 “Perkembangan individu ditentukan oleh faktor hereditas maupun oleh faktor pengaruh lingkungannya (pengalaman)”.
Asumsi ini disetujui/diterima benar oleh kelompok orang tertentu, tetapi
tentu saja ditolak oleh kelompok orang lainnya yang menyetujui asumsi
bahwa perkembangan individu sepenuhnya ditentukan oleh faktor hereditas
saja, atau oleh faktor pengaruh lingkungan saja.

 Premis Tersembunyi yaitu asumsi yang tidak dinyatakan secara tersurat yang diharapkan dipahami atau diterima secara umum. Premis tersembunyi biasanya merupakan premis mayor dan premis minor dalam silogisme yang tidak dinyatakan secara tersurat, dalam hal ini pembaca atau pendengar diharapkan melengkapinya.
 Contoh:
 Armin perlu dididik (dinyatakan).
Dalam pernyataan ini terdapat premis tersembunyi yang tidak dinyatakan,
yaitu semua manusia perlu dididik (premis mayor), dan Armin adalah
manusia (premis minor). maka kesimpulanya seperti pernyataan di atas

adalah Armin perlu dididik.

Filosofis, berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas suku kata philein/philos yang artinya cinta dan sophos/Sophia yang artinya kebijaksanaan, hikmah, ilmu, kebenaran. Secara maknawi filsafat dimaknai sebagai suatu pengetahuan yang mencoba untuk memahami hakikat segala sesuatu untuk mencapai kebenaran atau kebijaksanaan. Untuk mencapai dan menemukan
kebenaran tersebut, masing-masing filosof memiliki karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan lainnya. Demikian pula kajian yang dijadikan obyek telaahan akan berbeda selaras dengan cara pandang terhadap hakikat segala sesuatu.

Pendidikan. Sebagaimana telah dikemukakan dalam pendahuluan, hakikat pendidikan tiada lain adalah humanisasi. Tujuan pendidikan adalah terwujudnya manusia ideal atau manusia yang dicita-citakan sesuai nilai-nilai dan normanorma yang dianut. Contoh manusia ideal yang menjadi tujuan pendidikan tersebut antara lain: manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, cerdas, terampil, dst. Sebab itu, pendidikan bersifat normatif dan mesti dapat dipertanggungjawabkan. Mengingat hal di atas, pendidikan tidak boleh dilaksanakan secara sembarang, melainkan harus dilaksanakan secara bijaksana. Maksudnya, pendidikan harus dilaksanakan secara disadari dengan mengacu kepada suatu landasan yang kokoh, sehingga jelas tujuannya, tepat isi kurikulumnya, serta efisien dan efektif cara-cara pelaksanaannya. Implikasinya, dalam pendidikan, menurut Tatang S (1994) mesti terdapat momen berpikir dan momen bertindak. Secara lebih luas dapat dikatakan bahwa dalam rangka pendidikan itu (Redja M; 1994), terdapat momen studi pendidikan dan momen praktek pendidikan. Momen studi pendidikan yaitu saat berpikir atau saat mempelajari pendidikan dengan tujuan untuk memahami/menghasilkan sistem konsep pendidikan.



 Contoh:
Mahasiswa UMJ sedang membaca buku Landasan Filosofis Pendidikan. Para guru sedang melakukan konferensi kasus untuk mencari pemecahan masalah bagi murid B
yang sering membolos, dsb.

Momen praktek pendidikan yaitu saat dilaksanakannya berbagai tindakan/praktek pendidikan atas dasar hasil studi pendidikan, yang bertujuan membantu seseorang atau sekelompok orang (peserta didik) agar mencapai tujuan pendidikan.
Contoh:
Berdasarkan hasil konferensi kasus, Pak Agus membimbing siswa B agar menyadari kekeliruannya dan memperbaiki diri sehingga tidak membolos lagi. Ibu Ani sedang melatih para siswanya agar dapat memecahkan soal-soal matematika, dsb.

Landasan Filosofis Pendidikan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa landasan filosofis pendidikan adalah asumsi filosofis yang dijadikan titik tolak dalam rangka studi dan praktek pendidikan. Sebagaimana telah Anda pahami, dalam pendidikan mesti terdapat momen studi pendidikan dan momen praktek pendidikan. Melalui studi pendidikan antara lain kita akan memperoleh pemahaman tentang landasan-landasan pendidikan, yang akan dijadikan titik tolak praktek pendidikan. Dengan demikian, landasan filosofis pendidikan sebagai hasil studi pendidikan tersebut, dapat dijadikan titik tolak dalam rangka studi pendidikan yang bersifat filsafiah, yaitu pendekatan yang lebih komprehensif, spekulatif, dan normatif.

  1. Peranan Landasan Filosofis Pendidikan

Asumsi-asumsi yang menjadi titik tolak dalam rangka pendidikan berasal dari berbagai sumber, dapat bersumber dari agama, filsafat, ilmu, dan hukum atau yuridis. Berdasarkan sumbernya jenis landasan pendidikan dapat diidentifikasi dan dikelompokkan menjadi:
1) landasan religius pendidikan,
2) landasan filosofis pendidikan,
 3) landasan ilmiah pendidikan,
 4) landasan hukum/yuridis pendidikan.

Landasan Filosofis Pendidikan.

Landasan filosofis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari filsafat yang menjadi titik tolak dalam pendidikan. Ada berbagai aliran filsafat, antara lain: Idealisme, Realisme, Pragmatisme, Pancasila, dsb.

Peranan landasan filosofis pendidikan adalah memberikan rambu-rambu apa dan bagaimana seharusnya pendidikan dilaksanakan. Rambu-rambu tersebut bertolak pada kaidah metafisika, epistemology dan aksiologi pendidikan sebagaimana studi dalam filsafat pendidikan. Landasan filosofis pendidikan tidaklah satu melainkan ragam sebagaimana ragamnya aliran filsafat. Sebab itu, dikenal adanya landasan filosofis pendidikan Idealisme, landasan filsofis
pendidikan Pragmatisme, dsb.
 Contoh:
Penganut Realisme antara lain berpendapat bahwa “pengetahuan yang benar diperoleh manusia melalui pengalaman dria”.

Implikasinya, penganut Realisme mengutamakan metode mengajar yang memberikan kesempatan kepada para siswa untuk memperoleh pengetahuan melalui pengalaman langsung (misal: melalui observasi, praktikum, dsb.) atau pengalaman tidak langsung (misal: melalui membaca laporan-laporan hasil penelitian, dsb).



Selain tersajikan berdasarkan aliran-alirannya, landasan filosofis pendidikan dapat pula disajikan berdasarkan tema-tema tertentu.
Misalnya dalam tema: “Manusia sebagai Animal Educandum” (M.J. Langeveld, 1980),
Man and Education” (Frost, Jr., 1957), dll. Demikian pula, aliran-aliran pendidikan yang dipengaruhi oleh filsafat, telah menjadi filsafat pendidikan dan atau menjadi teori pendidikan tertentu. Ada beberapa teori pendidikan yang sampai dewasa ini mempunyai pengaruh yang kuat terhadap praktek pendidikan, misalnya aliran empirisme, naturalisme, nativisme, dan aliran konvergensi dalam pendidikan.
Perlu difahami bahwa yang dijadikan asumsi yang melandasi teori maupun praktek pendidikan, bukan hanya landasan filsafat Pendidikan, tetapi masih ada landasan lain, yaitu landasan ilmiah pendidikan, dan landasan religi pendidikan.
Landasan ilmiah pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari disiplin ilmu tertentu yang menjadi titik tolak dalam pendidikan. Sebagaimana Anda ketahui terdapat berbagai disiplin ilmu, seperti: psikologi, sosiologi,ekonomi, antropologi, hukum/yuridis, sejarah, biologi, dsb.  Sebab itu, ada berbagai jenis landasan ilmiah pendidikan, antara lain: landasan psikologis
pendidikan, landasan sosiologis pendidikan, landasan biologis pendidikan,landasan antropologis pendidikan, landasan historis pendidikan, landasan ekonomi pendidikan, landasan politik pendidikan, dan landasan fisiologis pendidikan.

Landasan religi pendidikan, adalah seperangkat asumsi yang bersumber dari kaidah-kaidah agama/religi yang dijadikan landasan teori maupun praktek pendidikan, contoh karya Al- Syaibani “Falsafah Pendidikan Islam”, Abdulah Gimnatsiar, dengan Darul A-Tauhidnya melaksanakan system pendidikan “Manajemen Qolbu” yang berbasis pada ajaran Al-Qura’n. Landasan lain yang perlu difahami dan fungsinya terhadap pelaksanaan sistem pendidikan adalah landasan yuridis pendidikan.

Landasan Hukum/Yuridis Pendidikan. Landasan hukum/yuridis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari peraturan perundangan yang berlaku, yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Peranan landasan yuridis dalam pendidikan adalah memberikan rambu-rambu tentang bagaimana pelaksanaan system pendidikan dan managemen pendidikan dilaksanakan selaras dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 Contoh:
 Di dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan: “Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar” (Pasal 6); “Setiap warga Negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar” (Pasal 34). Implikasinya, Kepala Sekolah Dasar atau panitia penerimaan siswa baru di SD harus memprioritaskan anak-anak (pendaftar) berusia tujuh tahun untuk diterima sebagai siswa daripada anak-anak yang baru mencapai usia enam tahun. Karena itu, panitia penerimaan siswa baru perlu menyusun daftar urut anak (pendaftar) berdasarkan usianya, baru menetapkan batas nomor urut pendaftar yang akan diterima sesuai kapasitas yang dimiliki sekolah. Upaya mengidentifikasi dan mengelompokkan jenis-jenis landasan pendidikan, di samping dapat dilakukan berdasarkan sumbernya (sebagaimana telah Anda pahami dari uraian di atas), dapat pula dilakukan berdasarkan sifat isi dari asumsi-asumsinya. Berdasarkan sifat isi asumsi-asumsinya, landasan pendidikan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 1) landasan deskriptif pendidikan dan 2) landasan preskriptif pendidikan.

 Landasan deskriptif pendidikan adalah asumsi-asumsi tentang kehidupan manusia sebagai sasaran pendidikan apa adanya (Dasein) yang dijadikan titik tolak dalam rangka pendidikan. Landasan deskriptif pendidikan umumnya bersumber dari hasil riset ilmiah dalam berbagai disiplin ilmu, sebab itu landasan deskriptif pendidikan disebut juga landasan ilmiah pendidikan atau landasan faktual pendidikan. Landasan deskriptif pendidikan mempunyai peran yang sangat besar dalam menyusun konsep dan strategi yang secara langsung dalam pelaksanaan praktek pendidikan secara efisien dan efektif, antara lain meliputi: landasan psikologis pendidikan, landasan biologis pendidikan, landasan sosiologis pendidikan, landasan antropologis pendidikan, dsb. Adapun landasan preskriptif pendidikan adalah asumsi-asumsi tentang kehidupan manusia yang ideal/diharapkan/dicita-citakan (Das Sollen) yang disarankan menjadi titik tolak studi pendidikan dan/atau praktek pendidikan.

Landasan preskriptif pendidikan antara lain meliputi: landasan filosofis pendidikan, landasan religius pendidikan, dan landasan yuridis pendidikan.






















BAB III
PENUTUP
               
A.    KESIMPULAN
Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Landasan filosofis sekolah dasar yaitu berbgai asumsi yang bersumber dari filsafat yang menjadi ititk tolak praktik pendidikan disekolah dasar sebagai salah satu sumber bentuk satuan pendidikan sekolah dasar yang menyelenggarakan program pendidikan 6 tahun. Landasan ini merupakan suatu sistem asumsi pendidikan yang deduksi dari asumsi-asumsi filsafat umum yang bersifat preskriptif dari suatu aliran filsafat.
            Manfaaat filsafat dalam kehidupan adalah :
  1. Sebagai dasar dalam bertindak
  2. Sebagai dasar dalam mengambil keputusan
  3. Untuk mengurangi salah paham dan konflik
  4. Untuk bersiap siaga menghadapi situasi dunia dan selalu berubah







B.     KRITIK  DAN SARAN

          Penulis menyarankan agar para pembaca terlebih dahulu mengerti akan landasan filosofis pendidikan. Sebab pendidikan sebagai satu wadah dan usaha membina dan mewariskan kebudayaan, menentukan prestasi suatu bangsa, bahkan tingkat sosio-budaya mereka.
          Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan tegur dan dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.




















DAFTAR PUSTAKA

H. Dinn Wahyudin, D. Supriadi, dan Ishak Abdulhak, 2004, pengantar pendidikan. Jakarta. Universitas Terbuka

http:// landasan filosofis pendidikan - upi.pdf.com
http:// Pentingnya Landasan Filsafat Ilmu Pendidikan _ peutuah.com

1 komentar:

  1. Blognya bagus gan.

    Ayo ikuti cerdas cermat Online se-Jawa timur seri 2, dengan banyak hadiah jutaan rupiah dan juga ada tablet PC dan lain lain, kompetisinya garatis tidak di pungut biaya sepeser pun.

    BalasHapus