BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dalam kegiatan
pembelajaran pada dasarnya yaitu bertujuan untuk membantu siswa mencapai
kemampuan secara optimal untuk dapat belajar lebih mudah dan efektif dimasa
datang. Untuk mencapai hal tersebut perlu kerangka pembelajaran secara
konseptual ( model pembelajaran ) yang menentukan tercapainya tujuan
pembelajaran ( 1986 : Joyce dan Weil ).
Ada banyak model atau
strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli dalam usaha
mengoptimalkan hasil belajar siswa. Diantaranya adalah model pembelajaran
Kontekstual, Model pembelajaran Kooperatif, Model pembelajaran Quantum, model
pembelajaran Terpadu, dan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL).
Dalam makalah ini akan
secara spesifik dan lebih rinci membahas tentang Model Pembelajaran Kooperatif
( Cooperative Learning ), dan penerapannya dalam kelas.
B.
TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui
Konsep Pembelajaran Kooperatif
2. Mengetahui
Ciri – ciri Pembelajaran Kooperatif
3. Mengetahui
Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan pembelajaran Tradisional
4. Mengetahui
Keuntungan Penggunaan Pembelajaran Kooperatif
5. Mengetahui
beberapa pembelajaran kooperatif dan perbandingan diantaranya
6. Mengetahui
pola pelaksanaan C – L di dalam kelas
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep
Pembelajaran Kooperatif
Pendekatan pembelajaran ( Cooperative
Learning ) adalah pendekatan pembelajaran yng berfokus pada penggunaan kelompok
kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk
mencapai tujuan belajar.
Pembelajaraan Kooperatif menciptakan
interaksi yang asah, asih, dan asuh sehingga tercipta masyarakat belajar (
Learning Community ). Siswa tidak hanya belajar dari guru, tetapi juga dari
sesama siswa.
Pembelajaran Kooperatif dapat membentuk
siswa memiliki ketrampilan sosial yang tinggi, dapat mengembangkan sikap
demokratis, dan terampil berfikir logis.
B. Ciri
– ciri Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif didalamnya ada
beberapa elemen – elemen yang saling terkait. Elemen – elemen pembelajaran
Kooperatif menurut Lie ( 2004 ) yaitu :
1. Saling
Ketergantungan Positif
Dalam pembelajaran kooperatif, guru
menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan.
Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling
ketergantungan positif.
Saling ketergantungan dapat dicapai
melalui :
a. Saling
ketergantungan mencapai tujuan
b. Saling
ketergantungan menyelesaikan tugas
c. Saling
ketergantungan bahan atau sumber
d. Saling
ketergantungan peran
e. Saling
ketergantungan hadiah.
2. Interaksi
tatap muka
Interaksi tatap muka akan memaksa siswa
untuk saling tatap muka dalam kelompok sehingga mereka dapat berdialog. Dialog
tidak hanya dilakukan dengan guru. Interksi semacam itu sangat penting karena
siswa merasa lebih mudah belajar dari sesamanya.
3. Akuntabilitas
Individu
Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya
dalam belajar kelompok.Penilaian ditunjukan untuk mengetahui penguasaan siswa
terhadap materi pengajaran secara individual. Nilai kelompok didasarkan atas
rata – rata hasil belajar semua anggotanya.
Penilaian kelompok yang didasarkan atas rata – rata penguasaan semua
anggot kelompok secara individual ini yang dimaksud dengan akuntabilitas
individual.
4. Keterampilan
menjalin hubungan antar pribadi
Ketrampilan sosial seperti tenggang
rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide bukan mengkritik teman, berani
mempertahankan pikiran yang logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan
berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi.
C. PERBEDAAN
PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PEMBELAJARAN TRADISIONAL
Dalam pembelajaran tradisional dikenal
pula belajar kelompok, meskipun demikian, ada sejumlah perbedaan esensial
antara kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar tradisional.
Diantaranya sebagai berikut :
KELOMPOK
BELAJAR KOOPERATIF
|
KELOMPOK
BELAJAR TRADISIONAL
|
|
1.
|
Adanya saling ketergantungan
positif, saling membantu dan saling memberikan motivasi sehingga ada
interaksi promotif.
|
Guru sering membiarkan adanya siswa
yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.
|
2.
|
Adanya akuntabilitas individual
yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok. Kelompok
umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling
mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan
bantuan.
|
Akuntabilitas individual sering diabaikan
sehingga tugas – tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok,
sedangkan anggota lainnya hanya enak – enakan saja di atas keberhasilan
temannya yang dianggap pemborong.
|
3.
|
Kelompok belajar heterogen, baik
dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga
dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat
memberikan bantuan.
|
Kelompok belajar biasanya homogen
|
4.
|
Pimpinan kelompok dipilih secara
demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para
anggota kelompok.
|
Pemimpin kelompok sering ditentukan
oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara
masing – masing.
|
5
|
Ketrampilan sosial yang
diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan
berkomunikasi mempercayai orang lain dan mengelola konflik secara langsung
diajarkan.
|
Ketrampilan sosial sering tidak
diajarkan secara langsung.
|
6
|
Pada saat belajar kooperatif
sedang berlangsung, guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan
melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota
kelompok.
|
Pemantauan melalui observasi dan
intervensi sering dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.
|
7.
|
Guru memperhatikan secara
langsung proses kelompok yang terjadi dalam kelompok – kelompok belajar.
|
Guru sering tidak memperhatikan proses
kelompok yang terjadi dalam kelompok – kelompok belajar.
|
8.
|
Penekanan tidak hanya pada
penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal ( hubungan antar
pribadi yang saling menghargai )
|
Penekanan sering hanya pada
penyelesaian tugas.
|
D. KEUNTUNGAN
PENGGUNAAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Ada banyak nilai pembelajaran kooperatif
diantaranya adalah :
1. Meningkatkan
kepekaan dan kesetiakawanan sosial
2. Memungkinkan
para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku
sosial, dan pandangan – pandangan
3. Memudahkan
siswa melakukan penyesuaian sosial
4. Memungkinkan
terbentuk dan berkembangnya nilai – nilai sosial dan komitmen
5. Menghilangkan
sifat mementingkan diri sendiri atau egois
6. Membangun
persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa
7. Berbagai
ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan
dapat diajarkan dan dipraktikkan.
8. Meningkatkan
rasa saling percaya kepada sesama manusia.
9. Meningkatkan
kemampuan memangdang masalah dan situasi berbagai perspektif
10. Meningkatkan
kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik.
11. Meningkatkan
kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal
atau cacat, etnis, kelas sosial, agama dan orientasi tugas.
E. MACAM
– MACAM TIPE MODEL COOPERATIVE LEARNING
Diantaranya yaitu :
1. Role
Playing
2. Problem
Based Instruction ( PBI )
3. Course
Review Horay ( BINGO )
4. Mind
Mapping ( Peta Pikiran )
5. Change
of pairs ( tukar pasangan )
6. Debate
7. Group
Investigation
8. Group
to arround ( keliling kelompok )
9. Snowball
throwing
10. Student
Teams Achievement Divisions ( STAD )
11. Team
Game Tournament ( TGT )
12. Jigsaw
Dari beberapa macam tipe model diatas
penulis menjabarkan 3 metode dalam pembelajarkan kooperatif tersebut sebagai
contoh, yaitu :
1. Metode
STAD ( Student Teams Achievement
Divisions )
Metode ini dikembangkan oleh Robert
Slavin dan kawan – kawan. Para guru menggunakan metode STAD untuk mengajarkan
informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu, baik melalui penyajian
verbal maupun tertulis.
Langkahnya :
1. Para
siswa didalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok atau tim, masing – masing
terdiri dari 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap tim memiliki anggota yang
heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnik maupun kemampuan ( tinggi, sedang,
rendah )
2. Tiap
anggota tim menggunakan lembar kerja akademik dan kemudian saling membantu
untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama
anggota tim.
3. Secara
individual atau tim, tiap minggu atau tiap dua minggu guru mengevaluasi untuk
mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan akademik yang telah dipelajari.
4. Tiap
siswa dan tiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan
kepada siswa secara individu atau tim yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan.
Kadang – kadang beberapa atau semua tim memperoleh penghargaan jika mampu
meraih suatu kriteria atau standart tertentu.
Dari paparan langkah – langkah diatas
dapat diambil garis besar bahwa metode STAD ada beberapa fase, yaitu :
Fase 1 : Guru presentsi di depan kelas, menyampaikan
tujuan pembelajaran
Fase 2 :
Guru membentuk kelompok
Fase 3 :
Bekerja dalam kelompok
Fase 4 :
Scafolding => guru melakukan bimbingan kepada kelompok atau kelas
Fase 5 :
Validation => Guru mengadakan validasi hasil kerja kelompok
Fase 6 :
Quizzes => Guru mengadakan kuis secara individual
Fase 7 :
Penghargaan kelompok
Fase 8 :
Evaluasi oleh guru
2. METODE
JIGSAW
Metode ini dikembangkan oleh Elliot
Aronson dan kawan – kawan.
Langkah – langkahnya :
1. Kelas
dibagi menjadi beberapa bagian Tim yang anggotanya terdiri 4 atau 5 siswa
dengan karakteristik yang heterogen
2. Bahan
akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks, dan setiap siswa bertanggung
jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut.
3. Para
anggota dari beberapa tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk
mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk
saling membantu mengkaji bagian bahan tersebut. Kumpulan siswa semacam itu
disebut kelompok pakar ( expert group )
4. Selanjutny
para siswa yng berada dalam kelompok pakar kembali ke kelompok semula ( home
teams ) untuk mengajar anggota lainnya mengenai materi yang telah dipelajari
dalam kelompok pakar.
5. Setelah
diadakan pertemuan dan diskusi dalam “ home teams “, para siswa dievaluasi
secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari. Dalam metode Jigsaw
versi Slavin, pemberian skor dilakukan seperti dalam metode STAD. Individu atau
tim yang memperoleh skor tinggi diberi penghargaan oleh guru.
Dari paparan langkah – langkah diatas
dapat diambil garis besar bahwa metode JIGSAW ada beberapa fase, yaitu :
Fase 1 : Presentation oleh guru, menyampaikan tujuan
pembelajaran
Fase 2 : Pembagian Kelompok
Fase 3 : Pembagian Expert, masing – masing kelompok
mengirimkan wakilnya di tiap expert
Fase 4 : Team report Presentasi oleh tim expert ( di
kelompok )
Fase 5 : Validation oleh guru
Fase 6 : Quizzes
Fase 7 : Team recognition ( penghargaan tim )
Fase 8 : Evaluasi oleh guru
C.
METODE GI ( Group
Investigation )
Dasar
– dasar metode GI dirancang oleh Herbert Thelen, selanjutnya diperluas dan
diperbaiki oleh Sharn dan kawan – kawan.
Dibandingkan
dengan metode STAD dan JIGSAW metode GI melibatkan siswa sejak perencanaan,
baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui
investigasi. Metode ini menuntut siswa untuk kemampuan yang lebih baik dalam
berkomunikasi maupun ketrampilan proses memiliki kelompok ( group proses skills
). Para guru menggunakan metode GI umumnya membagi kelas menjadi beberapa
kelompok yang beranggotakan 4 hingga 5 siswa dengan karakteristik yang
heterogen. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari mengikuti investigasi
mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan
menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan.
Deskripsi
mengenai langkah – langkah metode GI adalah sebagai berikut :
1. Seleksi
Topik
Para siswa memilih berbagai subtopik
dalam suatu masalah umum yang biasanyaa digambarkan lebih dahulu oleh guru.
Para siswa diorganisasikan menjadi kelompok – kelompok yang berorientasi pada
tugas ( task oriented group ) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok
bersifat heterogen.
2. Merencanakan
Kerja Sama
Para siswa dan guru merencanakan
berbagai prosedur belajar khusus tugas, dan tujuan umum yang konsisten dengan
berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih seperti langkah diatas.
3. Implementasi
Para siswa melaksanakan rencana yang
telah dirumuskan pada langkah sebelumnya. Pembelajaran harus melibatkan
berbagai aktivitas dan ketrampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para
siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun luar
sekolah. Guru secara terus menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan
memberikan bantuan jika diperlukan.
4. Analisis
dan sintetis
Para siswa menganalisis dan
mensintesiskan berbagai informasi yang diperoleh pada langkah sebelumnya dan
merencanakan peringkasan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas
5. Penyajian
hasil akhir
Semua kelompok menyajikan presentasi
yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa
terlibat dan mencapai prespektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi
kelompok dikoordinasikan guru.
6. Evaluasi
selanjutnya
Guru beserta para siswa melakukan
evaluasi mengenai konstribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai
suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individual atau
kelompok atau keduanya.
Adapun sintaks ( pola
keseluruhan alur kegiatan ) dari model pengajaran kooperatif adalah sebagai
berikut :
NO
|
TAHAP
|
PERAN GURU
|
1.
|
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa
|
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
dan memotivasi siswa
|
2.
|
Menyajikan informasi
|
Guru menginformasikan pengetahuan
kepada siswa dengan demonstrasi atau bahan bacaan
|
3.
|
Mengorganisasikan siswa ke dalam
kelompok – kelompok belajar
|
guru membimbing siswa dalam membentuk
kelompok – kelompok belajar
|
4.
|
Membimbing kelompok agar belajar
dan bekerja
|
Guru membimbing kelompok – kelompok
belajar saat menyelesaikan tugas.
|
5.
|
Evaluasi
|
Guru membimbing siswa dalam
mengevaluasi hasil kerja kelompok dengan cara mempresentasikan hasil
kerjanya.
|
6.
|
Memberikan Penghargaan
|
Guru memberikan penghargaan dari hasil
kerja maupun usaha siswa baik kelompok maupun individu.
|
Berikut beberapa variasi
model pembelajaran pada mata pelajaran matematika:
1. Pada
Materi Untung dan Rugi, Aritmatika Sosial
·
Seorang guru memberikan
tugas kepada kelompok yang terdiri 3 atau 4 siswa
·
Tugas tersebut adalah
mewawancarai pedagang yang telah dikenal dan mudah diwawancarai oleh siswa
tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan dagangannya ( guru mendiskusikan dikelas
tentang panduan umum pertanyaan – pertanyaan yang akan di ajukan kepada para
pedagang )
·
Hasil wawancara
tersebut dilaporkan dan dipresentasikan di kelas
·
Siswa dari kelompok
lain memberikan komentar atau pertanyaan yang berkaitan dengan presentasi
tersebut.
·
Pada proses
pembelajaran ini, para siswa ( dan juga guru ) akan mendapat banyak pengetahuan
tentang dunia perdagangan. Misalnya : berapa penghasilan, berapa keuntungan,
tawar menawar dll.
Hal tersebut juga memotivasi siswa bahwa
semangat mencari uang yang halal itu ternyata tidak sulit.
·
Pada evaluasi
belajarpun ternyata siswa juga tidak mengalami kesulitan dalam memahami konsep
untung, rugi, impas, harga pembelian, harga penjualan dll.
2. Pada
Materi Statistika
·
Setelah siswa di pandu
tentang bagaimana mengumpulkan data dan menyajikan data ( diagram batang atau
diagram lingkaran )
·
Secara berkelompok
siswa diminta untuk mencari data secara bebas, kemudian menganalisa data
tersebut.
·
Masing – masing
kelompok menyajikan data tersebut dalam suatu diagram untuk dipajang dan
didiskusikan hasilnya
·
Ternyata walaupun belum
pernah diajarkan bagaimana menganalisis suatu data, siswa mampu memberi analisa
dan komentar tentang suatu data yang telah diperoleh. Misalnya, pada hasil
perolehan data dari suatu kelompok yang mencatat banyaknya pemakai kendaraan
roda dua, ternyata pemakai kendaraan bermerek Honda melebihi merek lain. Dalam
hal ini, komentar siswa antara lain : Honda lebih awet, honda lebih irit,
jaminan mutunya , dll
3. Pada
Materi Bilangan Bulat yaitu tentang operasi Penjumlahan
·
Kelas tersebut dibagi
dua kelompok yaitu kelompok siswa putri dan kelompok siswa putra. Setiap siswa
putri mewakili bilangan Negatif satu dan setiap siswa putra mewakili bilangan
positif satu.
·
Guru membahas bahwa ( -
1 ) + 1 = 0, artinya pada peragaan bila seorang siswa putri dapat bertemu
dengan seorang siswa putra maka keduanya diperbolehkan duduk kembali
·
Guru memberikan contoh
peragaan penjumlahan dua bilangan bulat, misalnya ( - 4 ) + 5. Untuk peragaan ini
dipanggil ke depan kelas 4 siswa putri kemudian dipanggil pula 5 siswa putra.
Ternyata ada 4 pasang siswa yang dapat duduk kembali dan hanya seorang siswa
putra yang masih tinggal di depan kelas. Hal ini menunjukkan hasil dari (-4
) + 5 adalah +1
·
Setelah siswa memahami
bagaimana memperagakannya, guru memberikan soal yang harus diperagakan. Dengan
demikian siswa dapat menentukan hasil operasi hitung penjumlahan dua bilangan
bulat.
·
Guru memberikan kuis
untuk menjajaki kemampuan dan pemahaman siswa tentang operasi hitung
penjumlahan. Bila hasilnya memuaskan maka materi dilanjutkan ke materi
berikutnya, yaitu operasi hitung pengurangan.
·
Namun bila hasilnya
belum memuaskan ( tuntas ) maka guru dapat menambah soal untuk diperagakan.
Siswa yang belum tuntas tidak diminta kedepan ( sebagai peraga ) tetapi sebagai
pengamat sebingga dapat lebih memahami peragaan.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
CL adalah strategi
pembelajaran bersama – sama dalam suatu kelompok dengan jumlah anggota antara 4
sampai 5 orang siswa. Para anggotanya bekerjasama dan saling membantu dalam
menyelesaikan tugas yang telah diberikan guru.
Model – model
pembelajaran tersebut diatas telah dilakukan di berbagai tempat, utamanya di
Amerika. Untuk di negara Indonesia, tentu saja dengan berbagai kelebihan dan
kekurangan. Model – model tersebut tidak dapat dilaksanakan 100 % sesuai dengan
teori yang ada. Hal ini disebabkan karena secara umum kondisi sosial, budaya,
sekolah, kebijakan dan lain – lain memang berbeda. Segalanya bergantung dari
keadaan kita, guru, siswa, kepala sekolah, masyarakat, dan lain – lainnya.
Namun demikian, teori tersebut dapat kita gunakan sebagai rujukan dalam
pembelajaran.
B.
KRITIK dan SARAN
Semoga dengan adanya
pembahasan model pembelajaran Cooperative Learning diatas, pembaca khususnya
Mahasiswa dan Guru dapat memahami dan bermanfaat bagi kegiatan belajar
mengajar.
Penulis menyadari makalah ini masih
kurang dari sempurna, sehingga saran yang membangun untuk kelengkapan makalah
ini, sangatlah penulis harapkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Sugiyanto.2009.Model-model Pembelajaran Inovatif.Surakarta:
Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP
UNS Surakarta
Johnson, Elaine B. 2012. Contextual Teaching and Learning. Bandung
: Kaifa
Tim Guru Pemandu
MGMP Matematika SMP. 2007. Materi
Pemberdayaan MGMP Matematika. Wonosobo : Tim Guru Pemandu MGMP Matematika
SMP
Budihardjo.
2006. Pelaksanaan Pembelajaran Menurut Kurikulum
2004. Dinas Pendidikan Kabupaten Wonosobo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar